Cari Blog Ini

Tendi Sutendi.Com

Tendi Sutendi.Com
Free Download Mp3 Lagu Indonesia Terbaru Gratis Lirik Lagu Musik Chord

I LOVE PERODUK INDONESIA

I LOVE PERODUK INDONESIA

Kamis, 23 Desember 2010

Tak Kan MengguLang kesalahan Tuk kedua Kali nya

Ma'af tas kesalahan and kehilapan yang telah di perbuat dan tak kan menggulang lagi perbuatan ini!!!!!,,,,,,,,,,,,,

maAf bgt !!!..........

by;tendi

Rabu, 22 Desember 2010

Jika Aku Ketua KPU

Sebuah usulan kepada Presiden, DPR RI, dan KPU

Permasalahan yang dihadapi oleh KPU pada pemilu legislatif 9 April 2009 yang lalu sebenarnya tidak perlu terjadi, apalagi hal tersebut mencoreng nama besar Negara dan Pemerintah Indonesia di mata dunia internasional. Terlalu jauh jika kita menuduh pihak tertentu telah melakukan konspirasi untuk tujuan tertentu sementara di sisi lain menimbulkan citra buruk terhadap diri mereka sendiri. Saya akan nenunjukkan salah satu alternatif pelaksanaan kegiatan pemilu yang jika dijalankan akan sangat sangat membantu kelancaran pemilu dari pendaftaran pemilih sampai perhitungan hasil pemungutan suara. Bahkan tidak menutup kemungkinan kita akan menjadi negara penyelenggara pemilu terbaik di dunia.

Setidaknya ada 3 (tiga) kondisi umum yang harus tercipta di awal dan dipertahankan sampai seterusnya:

Pembentukan “panitia” KPU untuk pemilu idealnya dilakukan pada tahun pertama seorang presiden terpilih secara resmi memegang jabatan tersebut. Dengan demikian KPU akan memiliki waktu yang cukup panjang untuk bekerja selama setidaknya empat sampai lima tahun. Misalnya: Presiden terpilih tahun 2004 harus melantik ketua KPU paling lambat tahun 2005 yang masa jabatannya akan berakhir tahun 2010. Dan Presiden terpilih tahun 2009 akan melantik ketua KPU baru untuk masa jabatan 2010 sampai 2015.
Demikian seterusnya. Sementara belum ada undang-undang yang baru, akan mengikuti undang-undang yang ada.

Yang kedua, apapun yang telah dibangun oleh KPU pada masa lalu wajib diteruskan/diserahterimakan ke KPU periode selanjutnya. Di dalamnya termasuk asset, sistem dan prosedur, metode, cara, strategi, jaringan, perangkat, dan hal-hal lain yang telah dimiliki pada saat ini.

Yang ke tiga, Laporan keuangan KPU harus menjadi Laporan keuangan tahunan yang tidak pernah terputus karena kegiatan KPU tidak akan berhenti ketika pemilu selesai, istirahat atau bahkan dilupakan dan dimulai kembali saat pemilu dilaksanakan. Kegiatan KPU harus merupakan kegiatan yang berkesinambungan. Jumlah orangnya boleh dikurangi, namun tidak boleh hilang sama sekali.


Sekarang kita masuk ke hal yang lebih teknis. Ada beberapa hal yang saya bahas dan saya kritisi untuk tidak perlu dilakukan atau harus kita ubah pada pemilu mendatang:

1.Sumber data dan proses pembuatan daftar pemilih tetap
Pemerintahan RI memiliki departemen dalam negeri yang meliputi gubernur, bupati/walikota, camat, dan lurah/kepala desa. Dan secara informal masih ada kepala dusun/ketua RW dan ketua RT. Yang secara logis mengetahui dengan jelas, akurat, dan tepat jumlah dan komposisi penduduk dan/atau warga negara Indonesia. Dengan demikian sumber data yang paling valid seharusnya adalah data kependudukan yang dimiliki oleh departemen dalam negeri. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah database pemegang KTP yang dimiliki Departemen Dalam Negeri.

Penyimpangan yang sering terjadi adalah:
- Warga negara di bawah umur (belum memiliki KTP) bisa mengikuti pemilu.
- Warga negara yang hilang ingatan atau sakit jiwa bisa mengikuti pemilu.
- Warga negara yang telah meninggal dunia menerima terdaftar sebagai pemilih pemilu.
- Warga negara yang bersyarat dan memiliki KTP malah tidak terdaftar sebagai pemilih pemilu serta ditolak untuk mengikuti pemilu
- Warga negara tidak menggunakan haknya untuk datang ke TPS guna memberikan/tidak memberikan suaranya.

Mengapa hal-hal tersebut bisa terjadi? Sebab KPU tidak mempergunakan data dari Departemen Dalam Negeri yang valid dan/atau ada kesalahan prosedur atau mekanisme pencatatan data KTP di Departemen Dalam Negeri. Mengenai mana yang benar memang perlu investigasi lebih lanjut namun itu tidak terlalu penting karena fokus kita yang benar adalah mencari solusi dan bukan mencari siapa yang bersalah atau harus bertanggung jawab. Perdebatan mengenai siapa yang bersalah sama sekali tidak berguna dan membuang-buang waktu belaka.

Dalam hal pemebenahan database KTP hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

Tahap pertama, komputer di setiap daerah tingkat dua harus dibuat online dengan komputer propinsi.

Tahap ke dua, komputer di kantor bupati/walikota dan gubernur harus dibuat online dengan komputer departemen dalam negeri di Jakarta. Saya pikir jumlah kota di Indonesia tidak lebih banyak daripada jumlah ATM BCA sehingga pemerintah Indonesia sangat mampu untuk mencapai hal ini.

Tahap ke tiga adalah merancang nomor kewarganegaraan yang berlaku seumur hidup dan unik untuk setiap orang, tidak perlu diganti kemanapun dia pindah domisili/ganti ktp. Ketika seseorang ganti KTP cukup diupdate alamat tempat tinggalnya yang baru. Dengan demikian akan menghilangkan kepemilikan KTP ganda yang masih terjadi di Indonesia sampai hari ini. Investasi awak mungkin akan cukup besar, namun ini akan memperbaiki administrasi pemerintahan di Indonesia sampai puluhan bahkan ratusan tahun ke depan. Jika tidak dilakukan sekarang, lalu kapan? Saya yakin sekali bahwa Presiden yang berani melakukan hal ini akan dikenang orang sepanjang masa.

Tahap ke empat adalah pembenahan sistem pengajuan KTP dan update/pemutakhiran status penduduk. Setiap rumah sakit jiwa diwajibkan meminta kepada keluarga pasien baru mereka surat keterangan dari Desa/Kelurahan bahwa mereka sudah melaporkan perihal ini, tanpa surat tersebut rumah sakit akan mendapatkan sanksi tegas dari dinas kesehatan yang bekerjasama dengan departemen dalam negeri dan KPU. Setelah sembuh warga yang bersangkutan berhak meminta surat keterangan sembuh dan memberikannya ke Desa/Kelurahan guna mendapatkan kembali hak pilihnya. Apabila ada warga yang menderita sakit jiwa/hilang ingatan, maka ketua RT setempat wajib dan harus melaporkan ke Kelurahan/Desa perihal tersebut guna pemutakhiran database KTP. Dalam hal ini Kelurahan/Desa wajib memberikan informasi ke pemerintah daerah tingkat dua melalui petugas di Kecamatan. Dalam hal ini di KTP akan ada tambahan satu baris keterangan ”hak pilih”: ada/tidak ada (tidak perlu disebutkan orang tersebut sakit jiwa atau tidak).

Dalam hal terjadi warga negara meninggal dunia, ketua RT wajib melaporkan ke petugas di Desa/Kelurahan untuk mendapatkan surat kematian resmi dan sekaligus untuk pemutakhiran/update database KTP dan pencabutan KTP bagi orang yang meninggal tersebut. Sehingga di masa mendatang tidak akan terjadi warga negara yang sudah meninggal dunia terdaftar sebagai pemilih dalam pemilu.

2. Kartu pemilih yang dikeluarkan di pemilu tahun 2004 mengapa tidak dipergunakan lagi? Lalu untuk apa kartu tersebut didistribusikan?
Pengadaan kartu pemilih pada pemilu tahun 2004 menjadi sia-sia sebab tidak dilanjutkan penggunaannya oleh KPU untuk pemilu tahun 2009. Padahal di kartu tersebut sudah tertera bahwa kartu itu berlaku seumur hidup dan wajib dibawa saat memberikan suaranya di TPS. Namun demikian penggunaan kartu ini sebenarnya adalah duplikasi dari KTP jika usulan dalam nomor satu telah dijalankan oleh pemerintah.

3. Apakah benar-benar diperlukan memberikan formulir undangan kepada calon pemilih? Apa tujuannya dan manfaatnya?
Pemberian formulir undangan kepada pemilih tidak perlu dilakukan sebab hal ini merupakan duplikasi dari sosialisasi KPU di berbagai media massa dan sekaligus merupakan pemborosan dana KPU untuk mencetak formulir dan membuang waktu panitia untuk menyebarkannya, belum lagi bisa menimbulkan protes dari warga yang tidak menerimanya. Hal yang perlu ditingkatkan justru adalah peran aktif atau parsitipasi para ketua RT di seluruh Indonesia yang memberikan kepada setiap warganya sosialisasi untuk datang ke TPS dan menggunakan hak pilihnya.

Peran kedua dari para ketua RT adalah mengawasi siapa saja warganya yang belum datang ke TPS untuk didatangi rumahnya dan dihimbau dengan tegas untuk segera berangkat ke TPS apapun pilihan mereka, walaupun tidak memilih sekalipun. Golput tidak menjadi soal asal datang ke TPS dan melakukan proses pemilu.

Apabila ada warga negara yang tidak hadir di TPS, keluarga/yang bersangkutan diwajibkan untuk menyerahkan surat pernyataan tertulis kepada KPU melalui PPS alasan mengapa yang bersangkutan tidak hadir di TPS yang ditentukan. Kelalaian penyampaian surat tersebut akan dikenakan denda setidaknya Rp 100,000 rupiah. Alasan bisa berupa yang bersangkutan sedang tidak berada di rumah dan mengikuti pemilu di luar kota (baik di dalammaupun luar pulau) atau di luar negeri, atau sedang sakit sehingga mengikuti pemilu di rumah sakit, atau sedang sakit keras dan tidak bisa bangun, atau alasan-alasan lainnya. Dengan demikian angka golput bisa ditekan sangat drastis atau bahkan ditiadakan.

4. Dasar apa yang paling mudah dan tepat bagi pemilih untuk memberikan suara?
KTP adalah satu-satunya dasar yang paling tepat apabila semua usulan di atas telah dijalankan dengan baik, dengan demikian warga negara yang belum cukup umur (belum memiliki KTP) tidak bisa mengikuti pemilu dan tidak mungkin terdaftar sebagai pemilih.
Demikian pula dengan warga yang memiliki KTP pasti bisa menggunakan hak pilihnya dan tidak akan ditolak dengan alasan tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap.

5. Untuk menghindari pemilih memilih lebih dari satu kali, apakah penggunaan tinta masih efektif dan diperlukan? Memangnya yakin tidak bisa dihapus?
Jika diniati dengan sungguh-sungguh dan dicari caranya, tinta pemilu itu bisa dihilangkan. Cuman logikanya ada berapa jam kesempatan orang itu untuk keliling TPS? Belum lagi antrinya, maksimal orang bisa nyoblos berapa kali sih dalam sekian jam? Pertanyaannya apa ada sih orang yang terlalu nganngur seperti itu? Sementara yang nggak mau datang ke TPS saja sangat banyak.
Yang kedua, pengadaan tinta adalah pemborosan besar uang rakyat untuk hal yang tidak terlalu penting untuk dilakukan. Anggaran KPU untuk pembelian dan pendistribusian tinta bisa dipangkas dengan penggunaan sistem pemilu yang baru sebagaimana usulan saya di atas. Orang yang curang akan terlacak secara cepat dan telah tersedia sanksi hukum yang jelas dalam undang-undang untuk memberikan hukuman yang sepadan atas perbuatan memberikan suaranya lebih dari satu kali. Kecurangan tetap bisa terjadi, namun pasti terlacak dengan sangat akurat.


6. Idealnya ada berapa jumlah TPS di seluruh Indonesia?
Jumlah ideal TPS adalah sama dengan jumlah RT di Indonesia ditambah lokasi-lokasi khusus seperti Rumah Sakit dengan penomoran administrasi seperti yang telah disebutkan di atas. Mengapa harus demikian dan apa manfaatnya? Dengan sistem ini kecurangan pemilih untuk memilih lebih dari satu kali akan sangat mudah terlacak. Angka golput juga akan sangat mudah untuk ditekan karena para ketua RT sudah mengenal warganya dengan baik. Kotak suara dan bilik suara tidak perlu dibuat dan/atau didistribusikan setiap kali akan ada pemilu, maka jelas sekali hal ini akan mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh negara/KPU. Para ketua RT berkewajiban menyimpan dan merawat bilik suara serta kotak suara yang diterimanya. Tempat penyimpanan bisa di rumah masing-masing ketua RT atau dikoordinasikan dengan warga setempat atau ketua RW apabila rumah ketua RT tidak cukup untuk itu (dititipkan namun tetap bertanggung jawab atasnya). Setiap kotak dan bilik suara diberi nomor inventaris oleh KPU dan dibuat daftarnya. Para ketua RT wajib menandatangani tanda terima kotak dan bilik suara. Apabila terjadi pergantian ketua RT, maka ketua RT yang lama harus menyerahkannya kepada ketua RT yang baru dan meminta tanda terima dari yang bersangkutan. Para ketua RT yang menghilangkan wajib mengganti sejumlah uang tertentu yang ditentukan KPU sesuai dengan harga belinya.

7. Apa diperlukan setiap kali pemilu membuat serta menarik dan/atau mendistribusikan ulang kotak suara dan bilik suara?
Merupakan suatu hal yang membuang-buang dana, waktu, dan tenaga untuk menarik kembali dan mendistribusikan ulang kotak dan bilik suara ke setiap TPS setiap kali akan diselenggarakan pemilu. Apalagi jika sampai mengadakan ulang kotak dan bilik suara setiap kali pemilu, jelas-jelas pemborosan yang sama sekali tidak perlu.

8. Apakah memang diperlukan sekian banyak jumlah formulir (43 Macam bentuk Formulir ini meliputi kurang lebih 27 Macam formulir untuk PPK dan 16 Macam Formulir untuk PPS) ? Sebenarnya idealnya secara praktis berapa?

Selain formulir untuk dicoblos/dicontreng berikut ini formulir yang lebih simple yang diperlukan dalam proses pemilu:
1. Formulir Daftar Hadir Pemilih dan Berita Acara TPS
2. Formulir Rekap Berita Acara RW
3. Formulir Alasan tidak datang ke TPS
4. Formulir Tanda Terima Kotak Suara dan Bilik Suara
5. Formulir Rekap Tabulasi KPU
6. Formulir Tanda Telah Mencontreng (kecil saja, tidak perlu besar-besar), sebagai bukti bagi pemilih untuk menghindari tagihan denda dari KPU. Semacam tanda bukti lapor SPT Tahunan PPH Orang Pribadi.


Untuk menemukan contoh/sample formulir pemilu yang paling efisien, efektif dan simple silahkan klik di sini >>>>>

Sedangkan daftar yang perlu diadakan adalah:
Daftar Nomor Kode Propinsi, Kota/Kabupaten, Kecamatan, Kelurahan/Desa, RW, dan RT (untuk pemberian nomor TPS Nasional). Sebagai Contoh: RT.01, RW.01, Kelurahan ke dua (kode: 02), Kecamatan pertama (kode: 01), Kota Semarang (kode:01), Propinsi Jawa Tengah (kode: 04) diberi nomor TPS sebagai berikut: 01-01-02-01-01-04.

9. Apakah KPU tidak bisa mengumumkan hasil pemilu lebih cepat daripada Lembaga Survey Independen?
Jika tidak terjadi kekacauan seperti pemilu kali ini sudah tentu KPU bisa memberikan data dengan sangat cepat, bahkan dalam waktu tiga hari data seluruh pemilih sudah bisa disajikan dengan tepat dan akurat secara keseluruhan.

10. Mengapa gladi resik/simulasi pengiriman logistik dan publikasi perkembangan kesiapan KPU secara menyeluruh tidak pernah dilakukan?
Setidaknya setahun sebelum pemilu KPU seharusnya sudah melakukan gladi resik atau simulasi pemilu. Detail teknis mengenai hal ini akan saya bahas secara terpisah.

Pemilu Presiden tinggal beberapa saat lagi, jika presiden melalui ketua KPU tidak segera mengambil tindakan cepat dan strategis dengan mekanisme yang jelas dan transparan maka pemilu presiden 2009 tidak menutup kemungkinan akan mengalami hal yang sama dengan pemilu legislatif 9 April 2009 lalu. Saran/usul saya, langkah yang paling cepat dalam waktu yang sangat-sangat singkat untuk menyukseskan pemilu presiden 2009, meminimalkan kisruh DPT, dan tingginya angka golput adalah dengan segera mengumumkan menghapus penggunaan formulir C-4 dan menggunakan KTP sebagai alat untuk menggunakan hak-nya sebagai pemilih. Alternatif ke dua adalah formulir C-4 tetap digunakan karena sudah terlanjur dicetak/dipesan akan tetapi warga yang sudah jelas memiliki KTP dan berdomisili di tempat tersebut harus diperbolehkan mencontreng walaupun tidak terdaftar dalam DPT.


Pengadaan TPS di rumah sakit dan fasilitas publik lain yang tidak memungkinkan pemilih menggunakan haknya harus segera difasilitasi.


Yang terakhir, untuk percepatan perhitungan tabulasi nasional harus menggunakan rekap tiap TPS harus dikirim ke pusat tabulasi nasional baik melalui e-mail (excel/pdf file), fax, atau upload ke website khusus yang tidak dipublikasikan ke publik (publikasi akan dilakukan di website terpisah yang tidak mengganggu proses upload data), tidak harus menggunakan fasilitas KPU jika memang tidak memadai. Warnet, koneksi internet pribadi, wartel, dan fax pribadi bisa dijadikan alat pengirim data yang lebih cepat, size file saya pikir tidak terlalu besar jika hanya berupa rekap saja.
Kekurangan di sana sini pasti ada, namun setidaknya ada perbaikan yang cukup signifikan dibandingkan pemilu legislatif 9 April 2009 kemarin.



Salam,



Sulistio Widodo
Warga Negara Republik Indonesia
e-mail: sulistio.widodo@googlemail.com


Tembusan:
1. Bapak Soesilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia, Istana Merdeka, Jl Merdeka Utara, Jakarta 10110
2. Bpk. HR Agung Laksono, Ketua DPR RI, Gedung DPRRI, Jl Gatot Subroto, Jakarta
3. Bpk. Abdul Hafiz Anshary, Ketua KPU, Jl Imam Bonjol No.29, Jakarta 10310




---
Usul atau saran anda untuk menambah atau mengkoreksi tulisan ini silahkan dikirimkan ke alamat e-mail berikut: admint.pdiperjuangan@googlemail.com

Labels: Opinion, Pemilu 2009

http://pdi-perjuangan.blogspot.com/2009/04/jika-aku-ketua-kpu.html

Mengapa Demokrat & SBY Bisa Menang Telak?

Hasil pengumuman KPU hari ini tanggal 25 Juli 2009 menyatakan SBY Budiono sebagai pemenang pemilu dengan meraih suara yang telak dan memperoleh lebih dari 20% di setiap propinsi.
Apakah ini suatu hal yang menakjubkan? Tidak!

Mengapa hal ini menjadi suatu hal yang biasa?
Hasil pengumuman KPU ini telah sesuai/konsisten dengan hasil survey yang terus menerus dari beberapa lembaga survey.

Lalu bagaimana dengan tuntutan mengenai kisruh DPT, pengurangan jumlah TPS, pemilih ganda, dsb yang akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi?
Dalam opini ini kita tidak membahas hal itu semua, karena mungkin hal itu bisa jadi mempengaruhi hasil pemilu, namun ada hal yang mendasar lainnya yang mempengaruhi kemenangan SBY Budiono yang jarang dan bahkan tidak dibahas di media massa maupun oleh tim kampanye semua pasangan.

Masih ingatkah anda apa yang menjadi kunci kemenangan Golkar dan Presiden Suharto pada masa Orde Baru? Suatu hal yang tidak dapat dibuktikan namun sudah menjadi rahasia umum bahwa aparatur negara telah digunakan oleh incumbent untuk memperkuat dan memperkokoh pemerintahannya. Bukankah pada waktu itu negara kita menerapkan sistem demokrasi presidensil. Ya, memang benar di permukaannya, ada pemilu yang luber atau luberjurdil. Namun mewajibkan semua pegawai negeri untuk memilih partai dan presiden tertentu jelas tidak demokrasi di bawah permukaan/di balik layar.

Lalu apa hubungannya dengan kemenangan Partai Demokrat dan SBY Budiono?
Apakah SBY menerapkan strategi yang sama? Jelas tidak!
Karena jika beliau melakukan hal yang sama akan terbaca dengan mudah dan ketahuan oleh umum dengan cepat. Kali ini pelaksanaan demokrasi di Indonesia telah jauh lebih baik jika dibandingkan jaman orde baru, di permukaan ada pesta demokrasi, terbukti secara kasat mata dengan adanya pemilu yang luberjurdil yang bahkan diselenggarakan oleh KPU sebagai komisi independen yang tidak memihak.
Di bawah permukaanpun, secara kasat mata tidak ada lagi sistem pemaksaan yang mewajibkan setiap pegawai negeri harus memilih partai Demokrat maupun SBY Budiono.

Kita tidak bisa menuduh dan/atau membuktikan apa yang terjadi lebih dalam lagi yang jauh di bawah permukaan. Di balik layar masih ada layar.

Kita tentunya berharap agar demokrasi di Indonesia jangan sampai di bawa kepada kemunduran lagi karena kehalusan strategi/politik tingkat tinggi. Sekalipun pemilu 2009 ini diulang secara ekstrim bahkan sampai 100 kali dan DPT dimutakhirkan dengan cermat dan seksama, pemilu diawasi dengan ketat dan tanpa pelanggaran sama sekali di lapangan, hasil pemilu tidak akan jauh berbeda, kita bisa yakin bahwa SBY Budiono akan tetap menang. Katakanlah tidak setelak saat ini, namun SBY Budiono dapat diprediksi tetap unggul diantara semua calon presiden dan wakil presiden yang lain. Lho kok bisa? Ya jelas bisa...!

Satu hal yang dilupakan oleh para petinggi partai dan tim kampanye presiden adalah peringatan/tanda bahaya atas pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Ke depan, jika hal memberikan suara pegawai negeri tidak segera dicabut sebagaimana halnya dengan TNI/Polri, maka potensi penggunaan mereka oleh incumbent (siapapun mereka) sebagai tenaga terdidik, terlatih, dan terorganisasi sangat terbuka. Jika hal ini terjadi maka sia-sialah perjuangan reformasi di Indonesia. Ke depan tidak mungkin mempergunakan pegawai negeri dengan cara paksa, tapi bagaimana dengan:
1. Kenaikan gaji
2. Promosi kenaikan pangkat
3. Penawaran untuk posisinya dipertahankan pada periode berikutnya
4. Pendidikan dan pelatihan yang lebih baik
5. Perhatian untuk keluarga pegawai negeri
6. Himbauan halus, tanpa bukti untuk memilih calon tertentu
7. Peningkatan fasilitas
Secara psikologis, bahkan tanpa dihimbau sekalipun para pegawai negeri dapat dipastikan akan memilih incumbent dan mengajak keluarga, sanak saudara, dan teman-temannya untuk memilih incumbent juga. Kampanye yang luar biasa (namun tidak adil bagi calon lainnya, dimana ketidakadilannya, silahkan anda renungkan/pikirkan).

Lalu bayangkan saja jika para pegawai negeri/aparatur negara kompak mendukung dan sepakat membuat dan menggunakan program-program pemerintah yang menyentuh rakyat secara langsung seperti pemberian uang tunai, sekolah gratis, kesehatan gratis, dsb.

Silahkan dibayangkan sendiri bagaimana efek kampanye-nya kepada masyarakat. Pasti sukses bukan main dan luar biasa...! Dijamin...!!

Tulisan ini obyektif untuk pendidikan politik seluruh bangsa dan rakyat Indonesia, bukan karena Mega Prabowo kalah dalam pilpres 2009.

Kalau hak memberikan suara para pegawai negeri tidak segera dicabut, bersiaplah menyambut kematian demokrasi di Indonesia.

Sebuah catatan untuk Demokrasi di Indonesia yang lebih baik.
admint.pdiperjuangan@gmail.com

Labels: Pemilu 2009, pilpres2009

Setadion No Satu Di Indonesia

Penetapan Yogyakarta

Motor Vega ZR

Logo Google Terbaru

TIMNAS GARUDA

SEPAK BOLA INDONESIA

TIMNAS GARUDA

IKLAN KARTU AS

IKLAN KARTU AS

Iklan

Iklan
Internet Murah Three 3 Tri Internet Unlimited

Motor Vega ZR

Motor Vega ZR

Ajang Studio Terbuka

Ajang Studio Terbuka